Tragedi kembali terjadi di negeri ini, berita terakhir menyatakan tiga orang warga yang berunjuk rasa di jembatan penyeberangan ferry Sape, Bima, NTB pada hari Sabtu (24/12) pagi, tewas ditangan aparat. Rakyat bertanya-tanya, apakah pihak berwajib harus melepaskan tembakan untuk menghalau masyarakat yang harusnya mereka lindungi dan ayomi.
Tindakan keras aparat bukannya menghentikan langkah warga yang menuntut pemerintah untuk menarik SK Bupati Bima Nomor 188 Tahun 2010 tentang ijin pertambangan PT Sumber Mineral Nusantara dan pembebasan AS, tersangka pembakaran kantor Camat Lumbu yang terjadi pada 10 Maret 2011. Mereka yang melakukan demontrasi ini termasuk para wanita dan anak-anak. Selain menewaskan 3 orang warga yang usianya masih belasan tahun, dilaporkan juga ada 25 orang dewasa dan 6 orang anak-anak yang terluka.
Kematian tiga orang warga akibat timah panas polisi semakin menyulut amarah warga dan mereka semakin anarkis. Akibatnya massa membabi buta melakukan pembakaran terhadap gedung-gedung milik pemerintah dan juga kantor polisi.
Kini berbagai kecaman dilontarkan kepada pihak kepolisian atas tindakan keras yang mengakibatkan korban jiwa. Polisi berkilah bahwa tindakan keras yang mereka lakukan demi kepentingan umum. Tapi sepertinya alasan tersebut tidak dapat diterima dengan mudah oleh masyarakat.
Akhir tahun ini, Indonesia berduka. Baru saja kasus Mesuji ditangani, kini kekerasan yang dilakukan oleh aparat terulang kembali. Mari bersama berdoa dan berseru agar keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia itu benar-benar terwujud di negeri ini. Doakan juga agar aparat benar-benar dapat melindungi rakyatnya, bukan hanya melindungi pemilik modal dan mereka yang berkuasa.
Sumber : Jawaban.com | Puji Astuti